Selamat datang malam
Selamat menanti pagi
Selamat tinggal kesunyian
Selamat datang saling pengharapan
Engkau datang, memang pernah ada untuk diundang
Engkau hadir, justru melenyapkan yang harus pulang
Engkau tiba, sebab sebuah saling keinginan
Engkau ragu, mungkin sebab persiapan perubahan
Dia Maha Adil, Dia ciptakan siang dan menyedorkan kepadaku malam hari dengan keindahan purnama yang menyinari hati ini yang hina
Mendakwahi jiwa ini yang pincang
Mengingatkan tubuh ini tentang dunia
Menyadarkan kepada dunia ini bahwa memang indah dengan segala kisah kasihnya
Menyadarkan akan dunia ini bahwa hanya sekejap mengarunginya
Ohhh rembulan…
Benarkah engkau ibarat Rasul
Betulkah engkau adalah seperti para nabi, para ulama, para ustads, para tokoh-tokoh agama, para cerdik cendikia, para sufi, para pujangga, atau para-para siapa saja yang memiliki cahaya di gelapnya hari untuk bisa berbagi beri-memberi rezki
Awal berjalan di bulan baru, tahun baru bukan masehi
Dentungan petang mengajak hari untuk magrib
Mencoba merasa terpangil
Mencoba merasa dalam kemenangan
Hari malam dalam sebuah perencanaan
Terngiang akan takdir untuk subuh hari
Perjalanan malam saling berlalui
Dalam detik-detiknya takdir berduri
Dalam detik-detiknya pula hikmah mengajari tentang arti kehadiran yang memang tak selamanya abadi
Dibawah kerendahan jidatku
Tuk mencium keharuman sujud
Semua demi kemampuan tuk merencana dengan hasil baik
Namun dibalik sujud merendah
Ada yang mungkin lebih ditinggikan
Bangunlah jika semua mimpi bercurah
Sadarlah jika semua ini bukan jodoh
Berfikirlah jika semua ini seperti bodoh
Tegarlah jika semua dapat membuat lemah
Insyaflah jika ini kebenaran tak berbenih
Kembalilah jika semua harapan cerah
Pergilah jika semua ini harus jauh
Kenanglah jika semua prinsip tak salah
Sabarlah jika semua mesti tabah
Ingatlah, semua ini akan indah jika harus istiqamah
Malam semakin larut dan detik-detiknya pun makin dewasa begitu pula subuh makin hampiri
Cahaya purnama dengan batasannya
Begitupun malam dengan harinya saling berjalan dengan KuasaNya.
Kabut kadang termakna pembawa kalut
Mendung kadang-kadang diartikan kemalangan
Hujan kadang bermakna kenaifan
Kemarau kadang-kadang diartikan tersinar selalu
Andaikan ini siang …
Tak satu pun pernah terbayang akan potensinya
Dibanding cahaya diatas cahaya
Melainkan asa kesetaraan Tuhan
Cukuplah malam ini
Dengan perjalanannya yang membutuhkan bantuan dari wali Tuhan
Sebagaimana siang dan malam saling bergantian dan waktu terus berputar tanpa melupakan qada-qada yang pernah ada dan qadar-qadar yang sudah jelas di balik hukum-hukum tak tersurat dan hingga saat ini makhluk-makhluk lain sudah mampu menjadikannya pelajaran atas wujudnya yang telah tersuratkan
Cukuplah malam ini dengan mimpi-mimpi yang ada, yang memberikan kebingungan atas tafsiran keindahan bunga-bunga tidur seorang insan yang memuja dan memuji cintaMu
Suara, suara subuh akan tiba
Ayam jantan dengan kokokannya
Begitu juga azan akan di kumandangkan
Haiii… malam
Bangunkan aku di akhir perjalananmu bersamaku
Menangkanlah aku pada panggilan-panggilan itu yang katanya panggilan Tuhan
Sadarkanlah aku sebelum cahaya Tuhan menusuk retinaku
Bukalah mataku agar aku melihat naiknya cahaya
Antarkanlah aku ke bak-bak pencucian jika semalam hamba harus lebih disucikan untuk menghadapi pagi
Teguhkanlah hatiku tentang apa yang terjadi selama malam dan Engkau menuntun langkahku.
Sembari menunggu pagi
Seakan menanti lenyapnya keputusan yang semoga lebih terang
Seakan menunggu musnahnya kepedihan jika itu pedih
Seakan harus temukan keindahan di atas kindahan dari hasil pencarian hikmah dibalik pergantian malam dan siang atau akhir kebersamaan sang bulan purnama
Dan seakan warna penjemputan pagi tak jelas untuk menghadapinya, namun dengan penjemputannya harapan bersama moga-mogaan tetap tertakdirkan jika memungkinkan lagi bertemu purnama dengan bulan yang lebih baik ...
Selamat datang pintu sang fajar
Salam sejahtera dari aku yang lebih fasik
Mari!!! Mari….kita bersama sejenak walau akan berganti siang
Segelas kopi dan sebatang rokok yang terabaikan dimalam hari
Di pagi ini kita bercengkrama dalam pelukan yang lebih indah dari riuhnya pengalaman semalam
Penghabisan segelas kopi teringat tak pernah ada evaluasi dalam bunga-bunga mimpi
Penghujung sebatang tembakau menantang tuk mencoba nyalakan lilin, sebagai pengganti atau mungkin penebus
Wahai…sang gadis, adakah dikau ingin menerangi pagiku lalu siangnya
Wahai… sang gadis sadarilah bahwa hadirmu berpotensi tuk malamnya
Dengan segala kesiapanmu yang ada
Tuhan maha Tahu atas makhluknya seperti malaikat atau setan
Selamat malam
Assalamu alaikum malam
Kini kita berjumpa lagi dalam suratan dan siratan yang lain
Hai rembulan !!!
Apakah engkau menutupi hadirnya
Apakah engkau tersaingi wujudnya
Apakah engkau mengutuk adanya
Jangan, jangan. Tidak!!
Sadari dirimu dengan potensimu dari apa yang kau anggap itu benar
Kukembalikan engkau kepada wujudmu yang kami anggap itu lebih baik.
Wahai rembulan !!! sebelum kita siap tuk kenal lebih jauh
Pintaku jadilah saksi atau malaikat jika aku atau kami terjerumus dalam kegelapan harimu
Dan akupun berterima kasih kepada pemilik nobel perdamaian. Dialah Bunda Teresia dalam untaiannya
“janganlah mengutuk kegelapan, tapi cobalah nyalakan lilin”
namun bunda maafkan aku jika menyimpang sebab kemandirian insan-insan yang fasik
Baco”Palu, 06 Februari 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar