Berasal dari Hulu Sungai, dimuat menggunakan kelotok hingga
berton. Demikianlah tanah liat tersebut yang akan menjadi bahan baku pembuatan
batu bata.
Bahan dasar rumah permanen itu dibuat di kampung Gudang
Tengah Kec. Sungai Tabuk Kab. Banjar, 20 km arah timur dari kota
Banjarmasin. Sebahagian besar penduduknya mengais rezeki dari proses mencetak
hingga pengeringan batu bata.
Mereka menjadi buruh hingga bertahun-tahun, Nini Nia (73)
salah satu pekerja spesial mencetak, menjadi pekerja upahan, penghasilan tiap harinya bergantung dari hasil pekerjaan.
“Upah mencetak Rp. 60.000 / 1.000 bata,” ucap Nini Nia yang
sejak gadis sudah melakoni aktifitas tersebut. Pada usia yang tua seperti ini,
beliau hanya bisa mencetak 600 bata tiap harinya. Tidak seperti dahulu saat
masih muda, beliau mencetak hingga 1.000 bata.
Nini Nia tak kenal lelah untuk menghasilkan pundi-pundi
rupiah, beliau melakukan aktifitas mencetak bata mulai dari pukul 07.00 hingga
pukul 17.00, beliau tetap semangat mencetak meskipun hari mulai petang, pukul 16.15, Rabu 09/10. Di sela
pengambilan gambarnya, beliau tetap semangat sambil bercerita mengenai
pengalamannya sebagai ahli pencetak bata.
Sedangkan proses pengeringan akan dilakukan oleh pekerja khusus, sebab tahap pengeringan tersebut menghabiskan waktu minimal delapan hari.
Ahmad Sufiani (40), pekerja pembakaran batu bata memaparkan jika proses pengeringan dengan pembakaran tersebut melalui beberapa tahapan, "penyusunan batu bata basah membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga hari, pembakaran dua hari, pendinginan dua hari kemudian memindahkan dari tempat pembakaran butuh waktu dua hari," detail Sufiani yang menjelaskan prosesi pencarian nafkahnya.
"Ketergantungan waktu tersebut bisa lebih cepat jika pekerja lebih banyak dari biasanya," tambah Sufiani.
infuz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar